Sabtu, Mei 31, 2025
spot_img
BerandaNasionalMenkomdigi Bentuk Tim Internal untuk Benahi Proyek Pusat Data Nasional

Menkomdigi Bentuk Tim Internal untuk Benahi Proyek Pusat Data Nasional

JAKARTA – Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengatakan segera membentuk tim untuk membenahi pelaksanaan proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS).

“Kami segera membentuk tim evaluasi internal untuk melakukan pembenahan menyeluruh terkait tata kelola proyek pusat data,” ujar Meutya Hafid dalam keterangan resmi, Kamis (22/5/2025).

Seperti yang dilansir kompas.com, Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat sebelumnya menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi pada proyek pengadaan barang/jasa dan pengelolaan PDNS di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) periode 2020 hingga 2024.

Dari lima tersangka yang ditetapkan, dua di antaranya adalah pejabat Kominfo yang pada saat ini telah berubah nama menjadi Komdigi. Mereka adalah Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo periode 2016-2024, Samuel Abrijanu Pangerapan (SAP); dan Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah periode 2019-2023, Bambang Dwi Anggono (BDA).

“Terkait dua pegawai Komdigi yang telah ditetapkan sebagai tersangka, kami telah memberhentikan keduanya dari tugas dan fungsinya untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan,” kata Meutya dalam keterangan resmi, Kamis (22/5/2025).

Adapun tiga tersangka lainnya yakni pejabat pembuat komitmen (PPK) tahun 2020, Nova Zanda (NZ); Direktur Bisnis PT Aplikanusa Lintasarta periode 2014-2023 Alfie Asman (AA); dan Account Manager PT Docotel Teknolog periode 2017-2021, Pini Anggar Agusti (PAA).

Meutya menegaskan, kementerian yang dipimpinnya mendukung upaya hukum yang tengah dilakukan aparat penegak hukum. Ia menyatakan bahwa komitmen terhadap kedaulatan digital nasional tidak boleh terganggu oleh kasus itu.

Justru Komdigi ingin memastikan bahwa semua anggaran publik digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat, dengan prinsip integritas sebagai fondasi utama.

“Peristiwa ini menjadi pengingat penting bahwa kelembagaan digital harus dibangun di atas integritas,” kata dia.

“Kami jadikan ini sebagai momen untuk memperkuat sistem pengawasan internal, memperbaiki prosedur, dan menegakkan akuntabilitas di seluruh lini.

Reformasi tata kelola digital adalah keharusan, bukan pilihan,” tegas Meutya. Awal mula perkara Kasus ini berawal dari dugaan penyalahgunaan anggaran proyek PDNS yang tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE).

Seharusnya, pengelolaan data pemerintah dilakukan secara mandiri oleh pemerintah, namun dalam praktiknya, proyek ini justru melibatkan pihak swasta yang tidak memenuhi spesifikasi teknis yang disyaratkan.

“Pada tahun 2019 Kementerian Komunikasi dan Informatika justru membentuk Pusat Data Nasional Sementara dengan nomenklatur dalam DIPA Tahun 2020 adalah Penyediaan Jasa Layanan Komputasi Awan laaS 2020,” ungkap Kajari Jakarta Pusat Safrianto Zuriat Putra di Jakarta, Kamis.

Dari investigasi yang dilakukan, ditemukan adanya indikasi pengkondisian dalam pelaksanaan tender PDNS, di mana dokumen pengadaan dan spesifikasi teknis yang digunakan mengarah pada perusahaan tertentu.

Proses tender tersebut berakhir dengan dimenangkannya perusahaan yang kemudian mensubkontrakkan proyek kepada pihak lain dengan barang-barang yang tidak sesuai standar teknis yang disyaratkan. Keuntungan yang didapat dari praktik ini, termasuk adanya pembayaran suap dan kickback.

Total anggaran proyek PDNS yang disalurkan dari tahun 2020 hingga 2024 mencapai Rp 959 miliar. Rincian anggaran setiap tahun adalah sebagai berikut:

• Tahun 2020: Rp 60,37 miliar

• Tahun 2021: Rp 102,67 miliar

• Tahun 2022: Rp 188,90 miliar

• Tahun 2023: Rp 350,96 miliar

• Tahun 2024: Rp 256,57 miliar

Penyidik melakukan penggeledahan di berbagai lokasi terkait, termasuk kantor Kementerian Kominfo, serta perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam proyek ini.

Selama penyelidikan ada 78 saksi dan 4 ahli yang diperiksa. Dari hasil penggeledahan, penyidik menyita barang bukti berupa uang tunai Rp 1,78 miliar, kendaraan, logam mulia, sertifikat tanah, barang bukti elektronik, dan dokumen penting lainnya.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mereka juga dikenakan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (dvi/rls)

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments